Tn. S berumur 29 tahun, berjenis kelamin laki-laki, rumah klien di desa Gunung Kidul – DIY, klien beragama islam, pendidikan klien hanya sampai sekolah dasar dan klien belum menikah. Penanggung jawab klien adalah Tn.G sebagai Paman dari Tn. S yang juga beragama islam. Pekerjaan Tn. P adalah pedagang, dengan alamat di desa Gunung Kidul – DIY.
Tn. S dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Prof. DR. Soeroyo Magelang 7 November 2010, jam 09.30 WIB di ruang Unit Pelayanan Intensif. Tn. S masuk ruang P9 Wisma Gatotkaca pada tanggal 18 November 2010 jam 11.30 WIB dengan Nomor Register 2844884. Sebelumnya klien juga pernah masuk RSJ pada tahun 2007. Saat ini klien di diagnosa oleh dokter yaitu F 20 (skizofren tak terinci).
Pada saat pengkajian pada tanggal 20 November 2011 sampai dengan tanggal 23 November 2011. Pengkajian pertama didapatkan data subjektif sebagai berikut: klien mengatakan mendengar suara-suara yang berisi ”ngapain kamu disini? Pulang saja! Percuma hidupmu sudah hancur”, menurut klien suara itu munculnya saat menjelang tidur dan saat klien menyendiri. Dalam satu hari suara-suara itu munculnya lima sampai 10 kali sehingga klien merasa terganggu dengan suara itu. Namun selain suara itu, ada suara yang menurut klien munculnya saat di kamar mandi. Menurut klien suara itu mengajaknya bersetubuh. Menurut klien, klien sering melakukan onani karena suara itu membuat nafsu seksualnya muncul. Menurut klien cara yang sudah dilakukan untuk mengusir halusinasinya yaitu dengan menutup kedua telinganya. Namun suara itu masih tetap terdengar. Selain itu klien juga mengatakan minder dan malu dengan tetangganya karena kondisi dirinya. Klien mengatakan hidupnya tidak berguna lagi dan klien ingin cepat mati saja supaya tidak merepotkan orang lain. Klien mengatakan jika waktu bisa diulang kembali, klien tidak akan menjadi preman dan menurut dengan perintah ibunya. Klien mengatakan dirinya adalah orang yang paling bodoh dan klien merasa orang yang paling jahat dan tidak patuh pada kedua orang tua. Tn. S mengatakan sebelum masuk ke rumah sakit jiwa, dirumah klien sering berkelahi dengan ayahnya bahkan klien juga sering mengamuk. Klien mengatakan pernah melakukan aniaya fisik terhadap dirinya yaitu dengan membentur-benturkan kepalanya di tembok, serta menyayat tangan kanannya. Selain itu klien mengatakan bahwa ia pernah memperkosa saudara sepupunya. Data objektif : suhu 36,5 o C, nadi : 84 X/ menit, tekanan darah : 110/80 mmHg, RR : 20X/ menit, berat badan : 60 Kg, tinggi badan : 165 cm. Saat klien menyendiri klien sering seperti mendengarkan dengan memusatkan telinga pada suatu arah. Klien tampak sering melamun, klien modar-mandir, saat beraktivitas mulut klien komat-kamit, klien terlihat lesu dan tidak bersemangat, ada jejas pada perut dan ada tato pada punggung badan klien. Hasil dari pengkajian fokus keperawatan didapatkan diagnosa: Perubahan Persepsi Sensori ; Halusinasi Dengar, Harga Diri Rendah dan Risiko Perilaku Kekerasan.
Berdasarkan masalah yang ditemukan pada saat pengkajian 20 November – 23 November 2010, penulis menyusun rencana intervensi sebagai berikut : a). Rencana Intervensi untuk mengatasi halusinasi : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip terpeutik ; bantu klien mengenali halusinasinya ; ajarkan klien cara menghardik halusinasinya ; bantu klien cara mengontrol halusinasinya ; manfaatkan sistem pendukung keluarga untuk mendukung klien mengontrol halusinasinya. b). Rencana Intervensi untuk mengatasi harga diri rendah : bantu klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki ; bantu klien menilai kemampuan yang digunakan ; bantu klien membuat rencana kegiatan ; bantu klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakitnya.
Implementasi yang dilakukan selama empat hari yaitu mulai tanggal 21 November 2011 sampai 24 November 2011 yaitu membina hubungan saling percaya dengan cara menyapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal ; memperkenalkan diri dengan sopan, menanyakan ulang nama lengkap klien dan nama yang disukai klien; menjelaskan tujuan pertemuan. Setelah melakukan percakapan selama 15 menit hubungan saling percaya telah dicapai ditunjukkan dengan penerimaan klien terhadap tawaran untuk menyelesaikan masalah. Dan klien juga mau untuk berkenalan. Selain itu, klien juga menerima tawaran kontrak pertemuan selanjutnya.
Pertemuan kedua yaitu membantu klien mengenali halusinasinya dengan menanyakan isi halusinasi pasien, menanyakan kapan halusinasi itu muncul, menanyakan frekuensi halusinasi itu muncul, menanyakan situasi yang menimbulkan halusinasi, menanyakan respon pasien terhadap halusinasi, dan menanyakan cara yang sudah dilakukan klien untuk mengusir halusinasi yang dialami klien dan mengajarkan pasien penghardik halusinasi, serta menganjurkan pasien untuk memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien. Setelah melakukan percakapan selama 15 menit, klien mampu menyebutkan halusinasinya, klien mampu menyebutkan waktu dimana halusinasi itu mucul, klien mampu menyebutkan frekuensi muculnya halusinasi yang dialami, klien mampu menyebutkan situasi yang menyebabkan halusinasi itu mucul, klien juga mampu mengungkapakn perasaanya saat halusinasi itu mucul. Serta klien menyebutkan cara yang sudah dilakuakan untuk mengusir halusinasi yang dialaminya. Klien juga mampu mendemonstrasikan ulang cara menghardik halusinasi yang telah diajarkan.
Pertemuan ketiga yaitu mengajarkan klien cara mengontrol halusinasinya dengan melakukan kegiatan ( bercakap-cakap dengan orang lain ) dan menganjurkan pasien memasukkan ke jadwal kegiatan harian serta membantu pasien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Setelah melakukan percakapan selama 25 menit klien mampu mengikuti dan mendemonstrasikan mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Menurut klien, cara menghardik halusinasi yang diajarkan pertama telah dilakukan namun suara-suara yang klien dengar belum hilang sepenuhnya ketika diusir. Suara-suara yang klien ceritakan masih menggangu klien. Selain dapat mengikuti latihan cara mengontrol halusinasinya klien juga dapat menyebutkan aspek positif yang dimilikinya yaitu klien suka olahraga sepakbola dan klien suka main gitar.
Pertemuan keempat mengkaji ulang halusinasi yang dialami klien dan mengevalusai cara yang sudah diterapkan klien untuk mengsuir halusinasinya serta mengajarkan klien mengendalikan halusinasinya dengan cara melakukan kegiatan yang biasa dilakukan klien. setelah bercakap-cakap. Setelah bercakap-cakap selama 20 menit, klien mengatakan masih mendengar suara-suara yang berisi ”ngapain kamu disini? Pulang saja! Percuma hidupmu sudah hancur”, suara itu muncul saat klien mau tidur dan saat klien menyendiri. Dalam satu hari suara itu muncul tiga sampai empat kali perhari. Cara yang sudah dilakukan untuk mengusir halusinasinya yaitu dengan menghardik. Dari cara tersebut menurut klien dapat mengusir halusinasinya. Klien belum mampu mengikuti latihan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari yang dilakukannya karena klien masih bingung dan belum mempunyai rutinitas yang pasti.
Pertemuan kelima membantu klien menilai kemampuan klien untuk melakukan sesuai dengan aspek positif yang dimilki klien dan membuat rencana kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan kondisi klien. Setelah berbincang-bincang selama 20 menit, klien menilai bahwa dirinya masih mampu melakukan kemampuanya untuk main gitar dengan kondisinya sekarang. Saat merencanakan kegiatan yang akan dilakukanya klien juga mau untuk membuat jadwal main gitar di unit rehabiliasi.
Pertemuan keenam melakukan kegiatan yang telah direncanakan yaitu main gitar di ruang rehabilitasi. Setelah dilakukan kegiatan, klien masih terlihat malu-malu dan tidak mau berinteraksi dengan temannya.
Pada saat pengkajian pada tanggal 20 November 2011 sampai dengan tanggal 23 November 2011. Pengkajian pertama didapatkan data subjektif sebagai berikut: klien mengatakan mendengar suara-suara yang berisi ”ngapain kamu disini? Pulang saja! Percuma hidupmu sudah hancur”, menurut klien suara itu munculnya saat menjelang tidur dan saat klien menyendiri. Dalam satu hari suara-suara itu munculnya lima sampai 10 kali sehingga klien merasa terganggu dengan suara itu. Namun selain suara itu, ada suara yang menurut klien munculnya saat di kamar mandi. Menurut klien suara itu mengajaknya bersetubuh. Menurut klien, klien sering melakukan onani karena suara itu membuat nafsu seksualnya muncul. Menurut klien cara yang sudah dilakukan untuk mengusir halusinasinya yaitu dengan menutup kedua telinganya. Namun suara itu masih tetap terdengar. Selain itu klien juga mengatakan minder dan malu dengan tetangganya karena kondisi dirinya. Klien mengatakan hidupnya tidak berguna lagi dan klien ingin cepat mati saja supaya tidak merepotkan orang lain. Klien mengatakan jika waktu bisa diulang kembali, klien tidak akan menjadi preman dan menurut dengan perintah ibunya. Klien mengatakan dirinya adalah orang yang paling bodoh dan klien merasa orang yang paling jahat dan tidak patuh pada kedua orang tua. Tn. S mengatakan sebelum masuk ke rumah sakit jiwa, dirumah klien sering berkelahi dengan ayahnya bahkan klien juga sering mengamuk. Klien mengatakan pernah melakukan aniaya fisik terhadap dirinya yaitu dengan membentur-benturkan kepalanya di tembok, serta menyayat tangan kanannya. Selain itu klien mengatakan bahwa ia pernah memperkosa saudara sepupunya. Data objektif : suhu 36,5 o C, nadi : 84 X/ menit, tekanan darah : 110/80 mmHg, RR : 20X/ menit, berat badan : 60 Kg, tinggi badan : 165 cm. Saat klien menyendiri klien sering seperti mendengarkan dengan memusatkan telinga pada suatu arah. Klien tampak sering melamun, klien modar-mandir, saat beraktivitas mulut klien komat-kamit, klien terlihat lesu dan tidak bersemangat, ada jejas pada perut dan ada tato pada punggung badan klien. Hasil dari pengkajian fokus keperawatan didapatkan diagnosa: Perubahan Persepsi Sensori ; Halusinasi Dengar, Harga Diri Rendah dan Risiko Perilaku Kekerasan.
Berdasarkan masalah yang ditemukan pada saat pengkajian 20 November – 23 November 2010, penulis menyusun rencana intervensi sebagai berikut : a). Rencana Intervensi untuk mengatasi halusinasi : Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip terpeutik ; bantu klien mengenali halusinasinya ; ajarkan klien cara menghardik halusinasinya ; bantu klien cara mengontrol halusinasinya ; manfaatkan sistem pendukung keluarga untuk mendukung klien mengontrol halusinasinya. b). Rencana Intervensi untuk mengatasi harga diri rendah : bantu klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki ; bantu klien menilai kemampuan yang digunakan ; bantu klien membuat rencana kegiatan ; bantu klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakitnya.
Implementasi yang dilakukan selama empat hari yaitu mulai tanggal 21 November 2011 sampai 24 November 2011 yaitu membina hubungan saling percaya dengan cara menyapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal ; memperkenalkan diri dengan sopan, menanyakan ulang nama lengkap klien dan nama yang disukai klien; menjelaskan tujuan pertemuan. Setelah melakukan percakapan selama 15 menit hubungan saling percaya telah dicapai ditunjukkan dengan penerimaan klien terhadap tawaran untuk menyelesaikan masalah. Dan klien juga mau untuk berkenalan. Selain itu, klien juga menerima tawaran kontrak pertemuan selanjutnya.
Pertemuan kedua yaitu membantu klien mengenali halusinasinya dengan menanyakan isi halusinasi pasien, menanyakan kapan halusinasi itu muncul, menanyakan frekuensi halusinasi itu muncul, menanyakan situasi yang menimbulkan halusinasi, menanyakan respon pasien terhadap halusinasi, dan menanyakan cara yang sudah dilakukan klien untuk mengusir halusinasi yang dialami klien dan mengajarkan pasien penghardik halusinasi, serta menganjurkan pasien untuk memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien. Setelah melakukan percakapan selama 15 menit, klien mampu menyebutkan halusinasinya, klien mampu menyebutkan waktu dimana halusinasi itu mucul, klien mampu menyebutkan frekuensi muculnya halusinasi yang dialami, klien mampu menyebutkan situasi yang menyebabkan halusinasi itu mucul, klien juga mampu mengungkapakn perasaanya saat halusinasi itu mucul. Serta klien menyebutkan cara yang sudah dilakuakan untuk mengusir halusinasi yang dialaminya. Klien juga mampu mendemonstrasikan ulang cara menghardik halusinasi yang telah diajarkan.
Pertemuan ketiga yaitu mengajarkan klien cara mengontrol halusinasinya dengan melakukan kegiatan ( bercakap-cakap dengan orang lain ) dan menganjurkan pasien memasukkan ke jadwal kegiatan harian serta membantu pasien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki. Setelah melakukan percakapan selama 25 menit klien mampu mengikuti dan mendemonstrasikan mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Menurut klien, cara menghardik halusinasi yang diajarkan pertama telah dilakukan namun suara-suara yang klien dengar belum hilang sepenuhnya ketika diusir. Suara-suara yang klien ceritakan masih menggangu klien. Selain dapat mengikuti latihan cara mengontrol halusinasinya klien juga dapat menyebutkan aspek positif yang dimilikinya yaitu klien suka olahraga sepakbola dan klien suka main gitar.
Pertemuan keempat mengkaji ulang halusinasi yang dialami klien dan mengevalusai cara yang sudah diterapkan klien untuk mengsuir halusinasinya serta mengajarkan klien mengendalikan halusinasinya dengan cara melakukan kegiatan yang biasa dilakukan klien. setelah bercakap-cakap. Setelah bercakap-cakap selama 20 menit, klien mengatakan masih mendengar suara-suara yang berisi ”ngapain kamu disini? Pulang saja! Percuma hidupmu sudah hancur”, suara itu muncul saat klien mau tidur dan saat klien menyendiri. Dalam satu hari suara itu muncul tiga sampai empat kali perhari. Cara yang sudah dilakukan untuk mengusir halusinasinya yaitu dengan menghardik. Dari cara tersebut menurut klien dapat mengusir halusinasinya. Klien belum mampu mengikuti latihan cara mengontrol halusinasi dengan melakukan aktivitas sehari-hari yang dilakukannya karena klien masih bingung dan belum mempunyai rutinitas yang pasti.
Pertemuan kelima membantu klien menilai kemampuan klien untuk melakukan sesuai dengan aspek positif yang dimilki klien dan membuat rencana kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan kondisi klien. Setelah berbincang-bincang selama 20 menit, klien menilai bahwa dirinya masih mampu melakukan kemampuanya untuk main gitar dengan kondisinya sekarang. Saat merencanakan kegiatan yang akan dilakukanya klien juga mau untuk membuat jadwal main gitar di unit rehabiliasi.
Pertemuan keenam melakukan kegiatan yang telah direncanakan yaitu main gitar di ruang rehabilitasi. Setelah dilakukan kegiatan, klien masih terlihat malu-malu dan tidak mau berinteraksi dengan temannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar